Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang Allah SWT menghendaki kebaikan (Surga) baginya, niscaya ia dibuat pandai dalam ilmu agama." (HR. Al-Bukhari dari Muawiyah)

google search

Jumat, Oktober 31, 2008

PENDIDIKAN UNTUK ANAK


Anak adalah amanah Allah sekaligus anugerah-Nya yang sangat besar bagi suatu keluarga. Anak adalah harta dan perhiasan yang tak ternilai dan tak tergantikan. Kehadirannya menyemarakkan suasana rumah tangga. Riuh rendah canda maupun tangisnya, meski kadang membuat sewot orang tua, akan membuat rindu bila berjauhan dengannya.

Umumnya, setiap orang yang telah menikah sangat mendambakan kehadiran anak sebagai keturunan. Anak adalah buah hati dan bunga keluarga. Mereka juga merupakan generasi penerus cita-cita orang tua. Anak yang shalih selalu menjadi harapan setiap keluarga muslim yang ta’at kepada Allah.

“…. Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami istri) bermohon kepada Allah, Tuhannya, seraya berkata: “Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang shalih, tentulah kami termasuk orang-orang yang bersyukur””. (QS 7:189, Al A’raaf).

Anak shalih adalah penyambung ikhtiar dan peringan beban orang tua. Ketika orang tua masih hidup, anak shalih akan memohonkan ampunan dan kasih sayang Allah bagi mereka berdua. Setelah mereka meninggal dan amalnya terputus, doa anaknya, insya Allah, terus mengalir. Anak shalih adalah buah hasil pendidikan orang tua yang tak kenal henti.

Anak yang beriman, sehat jasmani maupun ruhani serta terpelajar selalu menjadi harapan setiap keluarga muslim. Karena itu, setiap orang tua bertanggungjawab atas kesejahteraan dan pendidikan anak-anaknya, terlebih pendidikan agama. Mereka akan dimintai pertanggungjawabannya di yaumul hisab.

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. … “. ( QS 4:9, An Nisaa’ )

Anak dilahirkan dalam keadaan suci tanpa dosa, orang tuanya yang menjadikan dia Muslim, Nashrani, Yahudi atau Majusi. Pembentukan anak menjadi “seseorang” terjadi akibat pendidikan, dan yang berperan sangat penting dalam hal ini adalah orang tua.

Untuk itulah orang tua tidak segan-segan menyekolahkan anaknya, meskipun harus mengeluarkan biaya banyak. Memberikan pendidikan yang layak agar menjadi anak yang pandai dan terpelajar. Apalagi di tengah kehidupan yang semakin maju dan berkembang cepat ini, kalau anak tidak berpendidikan akan tertinggal dan mengalami kesulitan dalam berkompetisi dengan anak-anak yang lain.

Anak memerlukan pendidikan, baik umum maupun agama. Namun sayang, masih banyak orang tua yang melupakan atau kurang memperhatikan pendidikan agama anak-anaknya. Padahal agama yang menuntun kehidupan manusia agar selalu dalam kebenaran dan membawa kebahagiaan dunia dan akhirat.

Sebagai contoh. Ada sebagian orang tua, kalau melihat anaknya kurang dalam pelajaran matematika atau bahasa Inggris, mereka buru-buru mengundang guru private atau menyuruh anaknya untuk kursus. Meskipun harus membayar mahal. Tetapi, giliran anaknya tidak bisa membaca Al Quraan mereka hanya tenang-tenang saja. Bahkan menyuruh mengajipun tidak, walaupun itu gratis. Betapa lalainya mereka dalam mendidik anak.

Ada contoh yang lebih memprihatinkan. Yaitu orang tua yang rela menyerahkan anaknya dalam bimbingan lembaga non-Islam, dengan alasan bahwa sekolah tersebut lebih maju. Padahal mereka tidak terpaksa, dan tahu bahwa lembaga tersebut mengajarkan kekafiran pada anak-anak mereka. Mereka mengejar kesuksesan duniawiah semata, tanpa mempertimbangkan masak-masak apa pengaruhnya bagi agama anaknya. Belum lagi indoktrinasi teologis berkelanjutan secara terselubung -bahkan terang-terangan- dalam kegiatan belajar-mengajar, yang bisa berakibat fatal dengan lahirnya pemurtadan. Kok tega-teganya mereka menyerahkan pendidikan anaknya dalam nuansa kekafiran.

Hal ini sangat memprihatinkan. Apalagi sampai sekarang masih ada lembaga pendidikan non-Islam yang enggan memberikan pendidikan agama Islam bagi murid-muridnya yang muslim. Tentu masih teringat dalam memori kita, bagaimana mereka menolak UU pendidikan yang mengatur kewajiban memberikan pendidikan agama sesuai agama anak didik. Logikanya, bagaimana mungkin mereka rela memberi pendidikan Islam sementara mereka memiliki iman yang lain.

Akibatnya, anak-anak muslim yang sekolah di lembaga non-Islam banyak yang mengalami kemiskinan Islam, yaitu ketidaktahuan tentang ajaran agama Islam. Sehingga menghasilkan generasi buta Islam, bahkan phobi terhadap agamanya sendiri. Lebih ironis lagi kalau mereka memusuhi Islam, menjadilah mereka generasi munafiq. Aneh!

Islam bukan saja menyukai kemajuan, kecerdasan dan kepandaian, bahkan sangat mendukung. Islam memerintahkan umatnya untuk menuntut lmu, baik ilmu agama maupun umum, agar terhindar dari kebodohan. Dalam mendidik anak haruslah ada keseimbangan duniawi dan ukhrawi, atau dalam istilah populernya disebut dengan keseimbangan antara iptek dan imtaq.

Sekarang ini kita memerlukan lembaga-lembaga pendidikan dari pra sekolah hingga perguruan tinggi yang dinafasi nilai-nilai Islam. Hadirnya lembaga-lembaga pendidikan Islam yang berkualitas tidak terlepas dari pengelolaan yang baik dan dukungan umat Islam sendiri. Karena itu, menyekolahkan anak-anak muslim ke lembaga non-Islam sungguh akan menjadi kontra produktif atas kebutuhan ini. Bahkan akan memperkuat kompetitor dalam menyelenggarakan pendidikan.

Setiap orang tua akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat nanti, tentang bagaimana mereka dalam mendidik anak. Setiap orang tua juga memerlukan anak-anak yang shalih. Apa sih sebenarnya harapan orang tua kalau sudah meninggal dan amalnya terputus? Kalau bukan do’a dari anak-anaknya yang shalih, apalagi yang diharapkan?

Sungguh sangat memprihatinkan, bila ada keluarga muslim yang orang tuanya meninggal dunia tetapi mereka tidak bisa mendo’akannya. Mereka mengundang para tetangga untuk berdo’a, sementara mereka sendiri tidak mengerti harus berdo’a apa. Mereka tidak tahu bagaimana caranya mendo’akan orang tua. Bahkan lebih parah lagi, bila mereka juga tidak mendirikan shalat dan melaksanakan ajaran Islam yang lain, karena sejak kecil dididik oleh orang tuanya dengan cara yang menjauhkan mereka dari Islam. Na’udzubillahi mindzalik.

Betapa sedihnya orang tua mereka di alam barzah. Dalam penantian hisab mereka tiada punya harapan dari anak-anaknya. Dan bagaimana pula bila mereka menghadap Allah pada yaumul hisab?

Pendidikan anak adalah sangat penting. Untuk menghadirkan anak-anak yang pandai, cerdas dan bertaqwa bukanlah hal mudah. Karena itu peran orang tua, sebagai penerima amanah Allah, adalah sangat menentukan. Orang tua dituntut untuk membimbing dan mengarahkan anak baik dalam memilih sekolah maupun arah pendidikan putra-putri mereka agar tidak salah jalan.

Terutama dalam mendaftarkan anak-anak untuk sekolah, orang tua perlu memilihkan sekolah yang dinafasi oleh nilai-nilai Islam. Setidak-tidaknya sekolah umum yang disitu Islam diajarkan. Bukan sekolah non-Islam yang menjadikan anak-anak jauh dari Islam. Apalagi sekarang sudah banyak lembaga-lembaga pendidikan Islam yang mampu menyediakan sekolah berkualitas. Sebagaimana yang kita kenal sebagai Pesantren atau dalam bentuk Sekolah Islam Terpadu di tingkat SD, SLTP maupun SLTA, insya Allah nantinya hingga Perguruan Tinggi; baik yang berbentuk Boarding School maupun yang Full Day.

Marilah kita memperhatikan pendidikan anak-anak dengan memberi bekal pengetahuan agama dan umum yang baik dan seimbang. Agar, insya Allah, menjadi anak-anak yang pandai dan shalih, yang bertaqwa kepada Allah Subhanhu wa ta’ala dan berbakti pada orang tua. Untuk itu perlu kita ingat do’a Nabi Ibrahim:

Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shalih. (QS : 37:100, Ash Shaffaat)

Wallahu’alam bishshawab.


SUMBER: www.immasjid.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MUDAH-MUDAHAN SEMUANYA BERMANFAAT...