Rukun iman pertama dalam Islam adalah percaya kepada Allah, Tuhan yang Mahakuasa dan Mahaesa. Sebagaimana disiratkan oleh istilah Allah, percaya kepada Allah merupakan monoteisme yang kuat dan murni. Allah adalah Satu Tuhan. Tidak ada tuhan lain. Allah adalah Tuhan seluruh umat manusia, seluruh bentuk kehidupan, seluruh makhluk, dan seluruh alam.
Segala puji bagi Allah, Tuhan yang menopang seluruh alam.1
Allah bukanlah tuhan bangsa atau etnis tertentu di antara banyak tuhan, sebagaimana dinyatakan oleh agama Yahudi awal, dan yang setidaknya diisyaratkan oleh pembacaan atas ayat Perjanjian Lama di bawah ini. Dalam hal ini, harus ditunjukkan bahwa ayat berikut -- ayat pertama dari Sepuluh Perintah -- tidak menyangkal keberadaan tuhan-tuhan lain. Tetapi, ayat tersebut hanya memprioritaskan tuhan yang disembah oleh anak-anak Israel dan menetapkan tuhan tertentu untuk suku tersebut, yaitu "tuhannya Abraham, Ishak, dan Yakub".
Akulah Tuhanmu, yang telah membebaskanmu dari negeri Mesir, keluar dari tempat perbudakan; engkau tidak ada memiliki tuhan-tuhan lain selain Aku.2
Namun demikian, bukan hanya Allah itu Satu tanpa ada yang menyamai dan tanpa sekutu, Dia juga Satu dalam keesaan-Nya. Keesaan-Nya tidak memungkinkan adanya mitra atau sekutu dalam bentuk apa pun. Keesaan-Nya tidak menyisakan ruang bagi segala macam konseptualisasi tiga-dalam-satu,** yang dihasilkan dalam pelbagai pembagian sektarian dan perdebatan teologis tanpa-akhir mengenai persoalan-persoalan seperti: Apakah ia tiga pribadi dalam satu substansi, atau tiga pribadi dari substansi serupa? Bagaimanakah kita benar-benar bisa mendefinisikan "pribadi" dan "substansi" itu? Bagaimanakah masing-masing "pribadi" dalam satu "substansi" ini mempertahankan identitasnya masing-masing? "Pribadi" manakah dari "substansi" terpadu itu yang mendahului "pribadi-pribadi" lain? "Pribadi" manakah dari "substansi" terpadu itu yang melahirkan "pribadi" lain? Jika satu "pribadi" melahirkan "pribadi" yang lain, tidakkah "pribadi" pertama mendahului "pribadi" kedua, yang mengisyaratkan suatu masa ketika "pribadi" kedua masih belum eksis? "Pribadi" manakah dari "substansi" terpadu itu yang mengarahkan "pribadi" lain untuk melakukan apa yang harus dilakukan, yaitu, untuk menciptakan dunia dan jagat raya, dan tidakkah hal ini mengisyaratkan bahwa satu "pribadi" tunduk kepada "pribadi" yang lain? Apakah tiga "pribadi" dari "substansi" terpadu itu sama atau tidak sama? Apakah masing-masing dari ketiga "pribadi" dalam "substansi" terpadu itu berbagi dalam wujud "pribadi-pribadi" lain, atau apakah mereka terpisah secara tegas? Dan lain sebagainya.
Persoalan-persoalan di atas telah melahirkan banyak perdebatan tanpa-hasil dan debat kusir. Ia juga banyak melahirkan perpecahan dalam agama Kristen selama hampir dua ribu tahun. Rumusan-rumusan dan kredo-kredo ritualistik dan liturgis, seperti pernyataan bahwa Anak berasal dari Bapa dan Roh Kudus berasal dari Bapa dan Anak, memunculkan lebih banyak pertanyaan dari pada jawabannya.
Dalam Islam, Allah adalah Satu, Satu tanpa sekutu dan Satu dalam kesatuan mutlak. Dia bukanlah satu di antara yang banyak, bahkan juga bukan satu di antara yang lain, tetapi Satu dalam keunikan total. Keunikan-Nya menentang pemahaman total oleh akal manusia fana yang sangat terbatas. Dia tanpa awal dan tanpa akhir. Tidak ada yang sebanding dengan-Nya. Allah adalah Satu Tuhan, di samping-Nya tidak ada tuhan lain. Ekspresi yang paling sempurna, indah, dan sublim mengenai keesaan Allah ini ditemukan dalam Al-Qur'an:
Katakanlah, "Dialah Allah, Yang Mahaesa; Allah adalah tempat bergantung segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Dia."3
Keterangan:
1. QS. 1:2
2. Keluaran 20:2; Ulangan 5:6 (N/RSV)
3. QS. 112:1-4
Catatan:
**Berkenaan dengan doktrin tiga-dalam-satu, maka perlu kami tegaskan di sini bahwa ajaran/doktrin Trinitas, Kristen, Gereja, dan Salib, sama sekali BUKAN dan TIDAK PERNAH diajarkan oleh Yesus! Ajaran-ajaran ini sebenarnya merupakan ajaran BOHONG pimpinan Paulus Tarsus!
Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang Allah SWT menghendaki kebaikan (Surga) baginya, niscaya ia dibuat pandai dalam ilmu agama." (HR. Al-Bukhari dari Muawiyah)
google search
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
MUDAH-MUDAHAN SEMUANYA BERMANFAAT...