Hak seorang suami atas seorang istri merupakan seagung-agungnya hak setelah hak Allah Subhaanahu wa ta'ala dan RasulNya shallallahu 'alaihi wasallam. Dan dalam hal ini, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
لَوْ جَازَ لِأَحَدٍ أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا.
"Kalau aku boleh menyuruh seorang untuk sujud kepada orang lain, niscaya aku akan menyuruh seorang istri untuk sujud kepada suaminya." (HR. at-Tirmidzi, dan ia berkata, "Hasan Shahih").
Hendaklah seorang istri merasa cukup dan ridha dengan pemberian yang sedikit dari sang suami. Sungguh para wanita Salaf, apabila suaminya hendak berangkat dari rumahnya, ia berkata ke-padanya, "Jauhkanlah (wahai suamiku) mencari nafkah yang haram. Sesungguhnya kami mampu bersabar menahan lapar, akan tetapi kami tidak mampu bersabar menahan panasnya api Neraka!"
Hendaklah seorang istri menjauhkan diri dari berbuat durhaka kepada suaminya, meninggikan suara ketika berbicara kepadanya, dan selalu mengeluhkan tentang suaminya kepada keluarganya. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada seorang wanita,
أَيْنَ أَنْتِ مِنْ زَوْجِكِ، فَإِنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ.
"Bagaimana sikapmu terhadap suamimu?! Sesungguhnya ia adalah surga dan nerakamu!" (HR. an-Nasa`i dan Ahmad, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani).
Hendaklah seorang istri tidak meminta kepada suaminya seorang pembantu yang masih muda, karena hal itu dapat menjadi sebab sang suami menceraikannya.
Hendaklah seorang istri mengetahui bahwa hak suami harus lebih diutamakan dari semua hak kerabat/keluarganya. Jika mendapatkan hak-hak yang saling bertabrakan, maka ia harus tetap mengutamakan hak suami, dan hendaklah ia mengabaikan yang lainnya.
Hendaklah seorang istri menjaga harta suaminya, tidak menggunakannya tanpa sepengetahuannya. Jika ia bersedekah dari hartanya dengan izinnya, maka ia mendapatkan pahala seperti pahala suaminya. Jika ia bersedekah tanpa ridhanya, maka suaminya mendapatkan pahala, sedangkan ia mendapatkan dosa.
Hendaklah seorang istri menghindar dari pergaulan dengan para tetangga yang tidak baik, teman-teman yang buruk perangainya, yang dapat mempengaruhinya sehingga ia bersikap buruk terhadap suaminya, dan dapat menjadi sebab terjadinya perselihan antara ia dengannya, serta dapat merendahkan martabat dan harga diri suami di hadapannya.
Hendaklah seorang istri bersikap sabar atas perlakuan suaminya yang kurang baik. Hendaklah ia bijaksana dalam menyikapinya tatkala sedang emosi, niscaya suaminya akan memujinya pada waktu ia senang. Dan hendaklah ia juga mengetahui, bahwa problematika dalam rumah tangga tidak akan menjadi besar kecuali jika hal itu disikapi dengan keras kepala dan kesombongan. Maka janganlah ia menghancurkan rumah tangganya dengan sikap keras kepala dan kesombongan.
Hendaklah seorang istri memenuhi panggilan suaminya dalam situasi dan kondisi apa pun. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
مَنْ دَعَا امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ عَلَيْهِ لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ.
"Barangsiapa mengajak istrinya ke tempat tidurnya, lalu ia enggan, maka para malaikat melaknatnya hingga pagi." (Muttafaq ‘alaih)
Hendaklah seorang istri tidak menyebutkan atau menceritakan ‘sifat’/keistimewaan wanita lain kepada suaminya. Karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarang hal tersebut. Sebagaimana sabda beliau,
لاَ تُبَاشِرِ الْمَرْأَةَ فَتَصُفُّهَا لِزَوْجِهَا كَأَنَّهُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا.
"Janganlah seorang wanita bergaul dengan wanita lain, kemudian ia menceritakan wanita tersebut kepada suaminya, seakan-akan suaminya melihatnya (wanita tersebut)." (Muttafaq ‘alaih).
Hendaklah seorang istri mampu menjadi pemimpin di rumah suaminya dan bertanggung jawab terhadap anak-anaknya, dengan menyuruh mereka berbuat baik, dan melarang mereka dari perbuatan mungkar (tidak baik). Serta tidak meridhai jika ada sesuatu yang mungkar di rumahnya. Dan hendaklah ia mengerti bahwasanya tidak ada ketaatan kepada satu makhluk pun dalam maksiat kepada Allah Subhaanahu wa ta'ala.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
MUDAH-MUDAHAN SEMUANYA BERMANFAAT...